Tren saham sedang meningkat pesat belakangan ini. Indonesia bahkan memecahkan rekor investor baru hingga angka 1 juta selama delapan bulan pertama pada 2021. Ada beberapa alasan di balik tren saham meledak ini. Simak lebih lanjut ulasannya di artikel berikut ini.
Maraknya Saham di Antara Figur Terkenal
Artis dan figur terkenal lainnya memang sangat mudah menarik minat khalayak serta mempopulerkan suatu hal. Tidak terkecuali dengan saham.
Pada awal 2021, pemberitaan sempat heboh soal artis Raffi Ahmad dan Ari Lasso yang menceritakan imbal hasil besar dari satu saham spesifik.
Raffi yang kala itu baru mulai berinvestasi memamerkan kenaikan sahamnya terus-menerus sambil mengajak pengikut medsosnya membeli saham juga. Selain itu, tokoh lainnya seperti Ustaz Yusuf Mansur dan Kaesang Pangarep telah mengajak orang-orang berinvestasi saham.
Ajakan dari artis hingga tokoh agama ini membuat orang-orang semakin melek investasi saham. Apalagi di balik ajakan mereka, ada pesan bila saham itu baik untuk persiapan masa depan. Tentunya banyak yang makin tertarik untuk ikut melantai di bursa saham, khususnya ketika ekonomi sedang memburuk selama pandemi Covid-19 ini.
Namun, Smart People perlu berpikir matang-matang dan jangan terhasut ajakan influencer mana pun yang merekomendasikan saham tertentu. Saham yang kedengarannya sedang bagus nyatanya dapat anjlok sewaktu-waktu. Itu sebabnya orang-orang yang mempromosikan saham bisa terjerat hukum.
FOMO Menciptakan Investor Baru
Fear of missing out (FOMO) juga menjadi bumbu utama di balik tren saham belakangan ini. Ini terjadi ketika seseorang hanya sekedar mengikuti hal yang sedang populer saat itu. Mereka melakukannya agar tidak dicap kuno oleh orang di sekitarnya.
Berita heboh artis yang berinvestasi dapat menyebar secara cepat. Orang-orang yang sudah terlebih dulu melakukannya pun akan mengajak, dan mungkin mengajarkan, yang belum mengenal saham. Alhasil, timeline medsos hingga tempat nongkrong akan dijejali banyak hal tentang saham beserta manfaatnya. Mereka yang terjangkit kecemasan FOMO ini mungkin sekali menjadi investor baru dalam waktu singkat.
Fenomena FOMO juga menjadi alasan mengapa investor baru meningkat pesat di kalangan anak muda. Sayangnya, ilmu investasi mereka tidak dikembangkan dan cuma mentok di rumor atau berita saham yang sedang hangat. Mereka pada akhirnya menjadikan saham sebagai tempat pertaruhan belaka. Mengandalkan perasaan dalam berinvestasi tentunya akan membuat si Investor rugi besar.
Munculnya Investor Angkatan Corona
Masa pandemi Covid-19 membuat banyak sektor ekonomi jatuh. Saham pun seakan menjadi jalan aman bagi mereka yang mencemaskan bagaimana keuangannya kelak. Dari sinilah istilah “investor angkatan corona” muncul.
Meski tidak semuanya, investor individu baru selama pandemi ini tidak berbeda dengan investor FOMO. Mereka sama-sama mudah rugi karena mengikuti tren saham yang sedang mencuat. Kebanyakan dari mereka juga berasal dari kaum milenial berumur di bawah 30 tahun.
Media-Media Gencar Mengampanyekan Saham
Dari perusahaan sekuritas lama dan baru, penasihat keuangan, saluran berita, hingga Youtuber semakin marak mempromosikan investasi saham. Jumlah media yang melakukannya memang cukup berkembang beberapa tahun sebelum pandemi, dan memuncak beberapa waktu setelah pandemi.
Peran media besar dengan ratusan pengikutnya juga menjadi alasan naiknya tren saham belakangan ini. Cara penyampaian yang menarik pun menjadi alat menggaet banyak orang agar tertarik dengan investasi saham.
Harga Saham Semakin Murah
Harga saham yang semakin terjangkau juga menjadi pemicu mudahnya orang-orang menjadi investor. Jika beberapa dekade lalu saham baru bisa dibeli dengan minimal uang puluhan juta, sekarang Smart People mampu mendapatkannya dengan modal Rp100.000 saja.
Harga yang semakin rendah ini didorong perkembangan teknologi, yang memangkas biaya operasi perusahaan sekuritas atau broker. Bahkan, investor hingga trader sudah bisa menggunakan aplikasi saham tanpa bantuan broker.
Namun, Smart People harus tetap memperhatikan nilai perusahaan itu sendiri. Jangan sampai Smart People malah membeli saham murah dari perusahaan yang murahan.
Baik dan Buruknya Tren Saham
Tidak bisa dimungkiri bila tren saham belakangan ini telah menaikkan jumlah investor di Indonesia. CNN Indonesia menyebut jumlah tersebut naik 53,40% pada 2020.
Hal ini membawa pengaruh baik bagi bursa saham Indonesia. Level Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bahkan menanjak tajam dari angka 3.937 menjadi sekitar 6.300. Di samping itu, tentunya orang-orang menjadi terbuka akan situasi ekonomi sekitarnya, begitu juga dengan kondisi keuangan mereka.
Meski begitu, ada efek buruk yang dibawa oleh tren saham ini, lebih tepatnya bagi investor baru yang terpikat dengannya.
Mereka yang baru terjun ke bursa saham akan rentan merugi. Karena itu, Smart People sebaiknya memahami dulu beberapa faktor berikut sebelum berinvestasi saham:
- Jangan mudah terlena dengan berita atau rumor saham yang sedang bagus. Smart People harus skeptis dan menyelidiki dulu saham yang ingin dibeli. Tren bursa saham sekalipun bisa menjebak investor lama.
- Harga saham yang turun tidak selalu bertanda buruk, begitu juga sebaliknya. Pelajari cara menilai saham dari sisi fundamental agar Smart People tidak jatuh ke dalam sentimen bursa saham.
- Kenali profil risiko Smart People. Artinya Smart People harus tahu kapan perlu mengambil risiko tinggi untuk imbal hasil besar, dan kapan harus melepas saham saat harganya jatuh.
- Jangan sekali-kali berinvestasi dengan uang untuk hal-hal penting, termasuk kebutuhan harian, utang, tagihan, dan simpanan arisan. Investor yang baik selalu memisahkan uang untuk keperluan penting dan dana daruratnya.
Ingin investasi saham yang lancar? Yuk, manfaatkan aplikasi RHBTRADESMARTID yang dapat mempermudah pengambilan keputusan investasi dan trading saham di mana saja dan kapan saja. Download aplikasi RHB Tradesmart di Play Store dan App Store sekarang!