Sebagai orang yang baru terjun dalam investasi pasar modal, Smart People tentu akan menemukan berbagai istilah baru, salah satunya saham go private. Beberapa perusahaan besar bahkan melakukan langkah ini untuk menyelamatkan perusahaannya. Lantas, apa itu go private?
Apa Itu Go Private?
Ketika sebuah perusahaan memutuskan untuk melantai pada bursa efek, secara otomatis perusahaan tersebut akan dikategorikan sebagai perusahaan terbuka alias go public. Umumnya, nama perusahaan akan diberi tambahan Tbk. sebagai tanda menjadi sebuah emiten.
Dengan adanya status tersebut, maka perusahaan akan menawarkan sahamnya kepada publik. Masyarakat luas pun dapat berinvestasi pada saham tersebut dengan berbagai imbal hasil yang nantinya akan diperoleh.
Sebaliknya, jika suatu perusahaan terbuka memutuskan untuk menjadi perusahaan tertutup, maka statusnya akan menjadi go private. Hal ini tentu akan membuat suatu perusahaan menjadi keluar dan dihapus dari daftar perusahaan pada bursa efek (delisting).
Dengan kata lain, saham perusahaan yang sudah resmi go private akan dihapus dari bursa dan tidak dapat diperdagangkan kembali. Tentunya, delisting tersebut dilakukan secara sukarela sehingga bursa tidak memiliki hak untuk melakukan forced delisting secara paksa.
Hanya saja, perusahaan yang mengubah status sebagai perusahaan tertutup akan menarik saham yang telah beredar di publik. Umumnya, perusahaan akan memberi penawaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga terakhir sehingga investor mau menjual saham tersebut.
Alasan dan Manfaat Saham Menjadi Go Private
Setelah mengetahui arti saham go private, tentu perlu diketahui juga alasan yang melatarbelakanginya. Terlebih, go private menjadi tindakan yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk tidak lagi menjual sahamnya ke publik.
Salah satu alasan yang banyak diketahui tentunya berkaitan dengan saham emiten yang tidak lagi bersifat likuid pada bursa. Bahkan, tidak jarang suatu emiten menjadi go private karena mengalami penalti akibat tidak adanya perbaikan kinerja dalam jangka waktu lama.
Kendati demikian, ada banyak lagi alasan yang membuat suatu emiten memutuskan untuk menjadi go private. Berikut sejumlah hal yang kerap dikemukakan, yang tentu saja berkaitan dengan kondisi masing-masing perusahaan.
1. Memilih fokus pada tujuan jangka panjang
Ada banyak perusahaan go public yang kemudian memilih untuk go private dengan alasan untuk tetap fokus pada strategi dan tujuan perusahaan dalam jangka panjang. Terlebih, hal tersebut umumnya dilakukan karena tujuan jangka pendek perusahaan mengalami kegagalan.
Tentunya, kegagalan tersebut akan mengakibatkan penurunan saham perusahaan. Rata-rata, hal inilah yang kemudian membuat suatu perusahaan terbuka lebih memilih mengubah statusnya menjadi perusahaan tertutup alias private.
2. Hasil yang tidak sesuai dengan ekspektasi
Tahukah Smart People, suatu perusahaan go public pada awalnya akan mendapat dana yang besar ketika peluncuran saham perdana pada bursa. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu nilai saham tersebut pun akan jatuh.
Nilai saham yang jatuh sudah pasti akan berdampak pada menurunnya kapitalisasi pasar. Hal ini tentu akan membuat perdagangan saham perusahaan menjadi tidak likuid. Dengan alasan inilah, banyak perusahaan memutuskan untuk membuat statusnya menjadi go private.
3. Kondisi kinerja perusahaan yang kurang baik
Kondisi perusahaan, baik secara saham maupun operasional, juga dapat berpengaruh terhadap keputusan untuk menjadi go private tersebut. Adapun kinerja yang dimaksud tentu saja yang sifatnya tidak meningkat hingga mendapat berbagai sorotan dari banyak pihak.
Beberapa contohnya seperti saham perusahaan yang mulai tidak likuid hingga kondisi finansial perusahaan yang mengalami kendala namun tidak kunjung pulih. Selain itu, adanya kendala dalam perusahaan yang tidak dapat memenuhi peraturan bursa, undang-undang, atau OJK.
Apa yang Harus Dilakukan Investor?
Ketika saham perusahaan yang menjadi koleksi dikabarkan akan segera go private, umumnya Smart People akan merasa bingung dan panik. Sebenarnya, hal tersebut cukup wajar terjadi, namun ada baiknya jika Smart People tetap tenang sebelum membuat keputusan.
Pada dasarnya, dana yang diinvestasikan perusahaan yang akan delisting akan dapat kembali ke tangan investor. Dengan demikian, jika saham tersebut delisting karena bangkrut, maka perusahaan wajib menjual seluruh asetnya untuk membayar kewajiban, termasuk kepada pemegang saham.
Apabila delisting dilakukan secara sukarela, emiten wajib melakukan pembelian saham kembali alias buyback. Jika buyback dilakukan emiten di atas harga saham saat ini, kemungkinan besar para investor akan ramai mengembalikan sahamnya.
Itulah beberapa hal yang berkaitan dengan go private suatu emiten dan bagaimana hal yang perlu dilakukan oleh para investor ketika menghadapi hal tersebut. Tentunya, Smart People perlu mengimbanginya dengan penggunaan aplikasi investasi online terbaik tanpa lag.
Aplikasi RHB Tradesmart ID bisa menjadi pilihan yang tepat, terlebih di dalamnya terdapat berbagai fitur pintar seperti Smart Fee dan Smart Rate. Dalam fitur Smart Fee, investor dapat menghemat biaya investasi karena biaya yang dikeluarkan bisa mencapai serendah 0,08%. Sementara pada Smart Rate, nikmati bunga margin pinjaman serendah 0,025% per hari selama 3 bulan pertama.
Jadi, tunggu apa lagi. Segera download aplikasi RHB Tradesmart ID dari Play Store atau App Store sekarang juga. Nikmati berbagai promo pintar di atas yang telah diperpanjang sampai Juni 2023. Selamat mencoba!
Source:
Fernando, Jason. (2022). Going Private: Definition, How It Works, Types and Example. Investopedia.com
Melani, Agustina. (2021). Trivia Saham: Mengenal Istilah Go Private. Liputan6.comWijayanti, Ratih Ika. (2022). Apa itu Go Private? Begini Penjelasan Lengkapnya. IDX Channel.com