Begitu melantai di bursa efek, investor dipastikan akan menjumpai koreksi saham. Koreksi muncul saat harga saham maupun seluruh indeks saham mengalami penurunan. Hal ini bisa terjadi pula pada aset investasi lainnya selain saham atau bahkan seluruh bursa.
Koreksi bursa saham dan aset lainnya ini tidak semengerikan bear market atau inflasi, setidaknya jika Smart People bukan seorang trader. Di momen ini, justru peluang membeli dengan harga murah terbuka. Meski begitu, hal ini bisa pula menjadi pertanda akan kondisi yang lebih buruk.
Lantas, apa karakteristik koreksi saham dan bagaimana cara menghadapinya? Penjelasan lengkapnya di artikel berikut.
Pengertian Koreksi Saham
Koreksi saham merupakan istilah yang ditujukan pada kondisi turunnya harga saham atau seluruh indeks bursa saham sebesar 10% hingga 20%. Kondisi ini umum terjadi setelah harga saham menguat atau bahkan meroket.
Rata-rata rentang waktu koreksi berlangsung selama tiga sampai empat bulan. Dalam rekornya, waktu koreksi terlama pernah terjadi hingga lima bulan pada April 2011, setidaknya dalam 11 tahun terakhir. Sedangkan, waktu tercepatnya adalah dua hari pada 1932 dan enam hari saat kasus virus corona semakin serius pada Februari 2020.
Koreksi sebenarnya merupakan hal yang selalu pasti terjadi dalam bursa efek, sekalipun saham yang Smart People pilih tergolong stabil. Forbes menyebut koreksi pada indeks saham AS S&P 500, semenjak 1928 sampai Oktober 2021, muncul setiap 19 bulan sekali.
Hal ini terdengar mengkhawatirkan, khususnya bagi trader yang menjual dan membeli saham dalam hitungan hari sampai minggu. Sebaliknya, momen ini bisa dianggap tidak semenakutkan itu bagi investor lama. Ingat bahwa investor punya waktu investasi terpendek satu tahun. Cukup untuk melewati sebuah koreksi.
Terlepas dari itu semua, ada alasan mengapa istilah ini dinamakan “koreksi”. Dan, itu dikarenakan hal-hal yang menyebabkannya.
Penyebab Koreksi Saham
Kondisi ini bisa dipicu berbagai hal, dari gejolak ekonomi hingga isu manajemen perusahaan. Hal tidak terduga seperti pandemi virus corona juga jadi salah satunya. Sejatinya, penyebab koreksi punya pengaruh cukup besar dan mengakibatkan para pelaku bursa saham mempertimbangkan kembali investasi mereka.
Koreksi juga bisa terjadi karena sentimen yang didorong kekhawatiran akan saham yang terus naik. Perasaan itu mirip dengan saat kita berkendara dan melewati tiga lampu hijau secara berurutan. Tentunya ada kegelisahan soal di persimpangan keberapa kita akhirnya melihat lampu merah.
Para investor institusi yang punya kekhawatiran serupa tentunya ingin menghindarinya dengan menjual saham mereka. Aksi jual saham dalam jumlah besar pun mendorong investor individu panik dan melakukan hal yang sama.
Setelahnya, banyak investor akan mengevaluasi prospek dari saham yang jatuh beserta kondisi ekonomi. Kalau ternyata hasilnya positif, pastinya ini menjadi kesempatan membeli dengan harga rendah. Dari sinilah, nilai saham kembali naik dan “koreksi” dimulai.
Sebaliknya, sentimen negatif bisa semakin serius selagi harga terus turun. Kemungkinannya, akan terjadi market crash yang ditandai kondisi bursa saham yang terjun drastis, lebih dari 20%. Kasus terburuknya, penurunan ini masuk ke fase bear market yang berlanjut dalam waktu lebih lama lagi.
Tanda yang Perlu Diwaspadai
Meski sayangnya koreksi tidak bisa diprediksi, para analis berusaha mencari proyeksinya dengan meneliti bursa saham dan membandingkan masing-masing indeks lewat aplikasi charting. Nilai support dan resistance umum digunakan untuk mengukur kemungkinan munculnya koreksi.
Koreksi saham bisa pula muncul dengan salah satu atau lebih dari beberapa tanda berikut. Sebaiknya Smart People mewaspadainya.
- Kebijakan moneter berbau dovish. Bank Indonesia, hingga the Fed, bisa menurunkan suku bunga atau peraturan keuangan lainnya yang melonggarkan. Berhati-hatilah karena kelonggaran seperti turunnya suku bunga tidak bisa selamanya bertahan.
- Bull market yang berlangsung terlalu lama. Rata-rata bull market bertahan 2 tahun 7 bulan, menurut Forbes.
- Laba perusahaan stagnan. Perusahaan dengan rasio pendapatan yang tidak berkembang mampu memicu sentimen negatif di antara investor.
- Sentimen bursa yang terlalu tinggi. Apalagi saat saham menjadi terlalu overvalued.
- Peristiwa politik besar, baik secara domestik atau global.
- Kondisi ekonomi memburuk. Ada banyak penandanya, seperti PHK massal dan daya beli akan kebutuhan harian yang rendah. Bahkan, penurunan penjualan mobil dan properti dapat menunjukkan pesimisme pada pertumbuhan ekonomi dalam waktu dekat.
- Peristiwa black swan. Covid-19 dan serangan 9/11 merupakan sedikit dari peristiwa benar-benar tidak terduga yang mampu menjatuhkan bursa saham secara cepat.
Cara Menghadapi Koreksi Saham
Koreksi saham bisa berakhir dengan kenaikan harga kembali atau malah dilanjutkan bear market. Investor dapat mempersiapkan hal-hal berikut seandainya koreksi sewaktu-waktu terjadi.
- Memastikan penyebab koreksi. Baik itu kondisi ekonomi hingga perusahaan yang berdampak pada harga saham, Smart People sebaiknya tahu apakah koreksi dapat segera pulih atau justru semakin buruk.
- Memahami profil risiko. Dengan mengalokasikan aset yang pas dengan tingkat toleransi risiko, Smart People dapat menghindari tindakan ceroboh. Misalnya menjual karena dorongan emosi dan mengganti strategi investasi saat koreksi berlangsung.
- Persiapkan uang untuk harga diskon. Koreksi merupakan waktu membeli saham dengan harga rendah. Sisihkan penghasilan utama atau tambahan untuk momen ini. Hindari pinjaman, entah itu dari kenalan atau margin broker.
- Evaluasi dan rebalancing portofolio. Akan ada saatnya Smart People mendekati masa akhir investasi, dan portofoliomu perlu dialihkan ke aset-aset yang stabil. Selain itu, melakukan rebalancing setiap tahun membuat seluruh aset investasimu lebih terkendali dari risiko.
Ketika menjumpai koreksi saham, keputusan menjual bergantung kembali ke tujuan investasimu. Jika ternyata Smart People punya rentang waktu yang panjang, katakanlah puluhan tahun, investasimu kemungkinan besar akan pulih dari bear market sekalipun. Sebaliknya, target investasi yang semakin dekat sebaiknya disikapi dengan menurunkan toleransi risiko, sehingga kerugian akibat hal-hal tidak terduga dapat diminimalisir.
Yuk, belajar transaksi saham bagi pemula di blog RHB Tradesmart. Smart People juga bisa mulai berinvestasi lewat aplikasi RHBTRADESMARTID yang punya berbagai fitur untuk memudahkan proses investasi dari mana saja dan kapan saja. Unduh aplikasinya sekarang di Play Store dan App Store.