Mengenal Saham Syariah – Ada yang mengira bermain saham, termasuk saham syariah, termasuk dalam perjudian. Al Quran memang menyarankan untuk menghindari aktivitas riba dan maisir. Selain itu, ajaran Islam juga melarang umatnya melakukan aktivitas gharar atau yang bersifat spekulatif. Padahal anggapan bahwa saham termasuk judi adalah tidak tepat.
Saham pada prinsipnya sudah sesuai dengan ajaran Islam, karena saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal dari investor kepada perusahaan, yang kemudian investor akan mendapatkan bagi hasil berupa deviden. Dalam teori percampuran, islam mengenai akad syirkah atau musyarakah yaitu suatu kerja sama antara dua atau lebih pihak untuk melakukan usaha di mana masing-masing pihak menyetorkan sejumlah dana, barang atau jasa.
Menurut Iggi H Achsin, Ketua Bidang Pasar Modal Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), “tidak ada pihak yang dirugikan jika investor melepas saham karena adanya kebutuhan mendesak, dan bukan juga perjudian karena berjudi biasanya berkaitan dengan keuntungan yang diterima seseorang akan menyebabkan kerugian pada pihak lain. Begitu pula dengan anggapan jika transaksi saham identik dengan kegiatan spekulatif. Menurutnya, anggapan ini bisa dijelaskan dengan analogi tukang roti atau loper koran. ” Ambil contoh, pedagang loper koran atau roti. Dia harus menghabiskan stok yang dijual dengan mengambil keuntungan. Ini analoginya,” jelasnya.
Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, di Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta Iislamic Indeks (JII) berisi 30 saham yang memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional (DSN). JII digunakan sebagai tolok ukur kinerja investasi pada saham dengan basis syariah.
Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah seperti:
- Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
- Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional.
- Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan barang atau jasa yang merusak moral seperti makanan dan minuman yang tergolong haram, atau yang bersifat mudarat.
Dengan demikian, Anda tetap bisa berinvestasi dengan hasil maksimal, tanpa khawatir meninggalkan ajaran Islam.